TheJabodetabek.com — Kisruh dugaan menguapnya anggaran pemeliharaan irigasi mulai direspons UPT Infrastruktur Irigasi Kelas A Wilayah III Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pihak UPT lempar handuk ke Pemerintah Desa (Pemdes) dan Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
Pengawas Wilayah Kecamatan Ciawi pada UPT Infrastruktur Irigasi Kelas A Wilayah III Ciawi, Sarbini alias Abin, mengakui bahwa pihak UPT tidak memiliki kewenangan dalam menentukan anggaran pemeliharaan irigasi.
“Yang menentukan anggaran pemeliharaan adalah dinas (DPUPR). Pihak UPT hanya melaksanakan saja. Jadi tidak bisa anggaran pemeliharaan irigasi yang satu untuk membiayai irigasi yang lain,” ungkapnya, Senin 14 April 2025.
Selain itu, Abin juga melempar persoalan pengajuan pemeliharaan irigasi ke setiap Pemdes. “Seharusnya diajukan dulu oleh Pemerintah Desa untuk perbaikan Irigasi Cipalayangan Dalam setiap Musrenbang,” ujar Abin.
Sementara itu, Kepala UPT Infrastruktur Irigasi Kelas A Wilayah III Ciawi, Tirto, tak dapat dikonfirmasi. “Kalau urusan irigasi sebaiknya ke Pak Abin saja,” ucap salah seorang staf UPT yang ditemui di kantornya pada Senin-Selasa, 14-15 April 2025.
Seperti diberitakan sebelumnya, besarnya anggaran pemeliharaan Daerah Irigasi (DI) disinyalir masih belum berbanding lurus dengan realisasi di beberapa lokasi DI. Sebab, sejumlah DI sejak bertahun-tahun terbengkalai. Kondisi infrastrukturnya rusak dan tak mengalir sesuai fungsinya.
Kondisi tersebut seperti terjadi pada DI Cipalayangan. Irigasi ini berjarak sepanjang kurang lebih 2 kilometer berhulu di wilayah Kampung Bojongkaso, Desa Banjarsari, Kecamatan Ciawi, melintasi sekolah Fathamubina dan BSIP Unggas dan Ternak di wilayah RW 05 dan RW 02 Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
“Dalam kurun waktu selama kurang lebih dua tahun terakhir, air di saluran tidak mengalir karena di hulu saluran di wilayah Desa Banjarsari terputus, sampai saat ini tidak ada perbaikan,” katakan Ketua RT 03 RW 05 Desa Banjarwaru, Ajat Sudrajat, Sabtu 08 April 2025.
Pantauan di sepanjang saluran DI Cipalayangan, di beberapa titik saluran tersendat oleh banyak bangunan-bangunan beton di antaranya sekolah Fathamubina, vila, pabrik, dan rumah-rumah warga.
Akibat tak mengalir, DI Cipalayangan akhirnya bukan hanya tak bisa mengaliri lahan-lahan pertanian, tempat ibadah, dan kolam milik masyarakat, akan tetapi hanya menjadi tempat pembuangan limbah serta genangan air yang menjadi sumber penyakit bagi masyarakat.
Ajat mengaku kerap melakukan kegiatan bersih-bersih DI Irigasi Cipalayangan untuk mengurangi dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. “Semua biaya bersih-bersih dari masyarakat, tidak ada upaya normalisasi dari UPT atau PUPR,” sebutnya.
“Kami sering berupaya agar saluran berjalan baik, melakukan kerja bakti bersama warga dengan peralatan seadanya, namun ketika di hulunya tidak ada perbaikan upaya kami jadi sia-sia karena setahu kami itu kewenangan PUPR,” tandasnya.
Padahal, berdasarkan laporan anggaran UPT Infrastruktur Irigasi Kelas A Wilayah III Ciawi tahun 2019, Anggaran Pemeliharaan DI Banjarwaru mencapai Rp79 juta dan Anggaran Pemeliharaan DI Cipalayangan Rp65 juta.
(Acep Mulyana)