Pungli Jual Beli Kursi Sekolah di Bogor, Satu Sekolah Capai Ratusan Juta Rupiah

Thejabodetabek.com – Wali Kota Bogor, Bima Arya, baru-baru ini menggemparkan publik dengan pengungkapannya terkait praktik pungutan liar (pungli) yang melibatkan jual beli kursi sekolah di Kota Bogor. Penyataan ini dibuat saat Bima Arya menjadi tamu dalam podcast populer ‘Close The Door’ yang dipandu oleh Deddy Corbuzier.

Saat berbincang, Bima Arya membocorkan bahwa angka yang beredar dalam praktik pungli ini mencapai angka yang sangat signifikan. Deddy Corbuzier, yang dikenal dengan ketajamannya dalam menangkap isu, segera menangkap topik tersebut dan menggali lebih dalam.

“Soal pungli sekolah ini, kita bicara berapa besar angka yang terlibat, Pak?” tanya Deddy, menyoal Bima Arya, yang juga politisi dari Partai PAN.

Mengambil napas sejenak, Bima Arya memulai penjelasannya dengan menyebutkan contoh kasus yang terjadi selama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). “Dalam konteks PPDB, ada indikasi bahwa untuk satu kursi, ada pihak yang bersedia membayar hingga Rp 20-30 juta,” ungkap Bima.

Reaksi Deddy Corbuzier pun tak dapat ditutupi. Matanya membesar dan dia tampak terkejut mendengar pengakuan tersebut. Bima menambahkan, “Bayangkan, dalam satu sekolah, peserta didik baru yang diterima bisa mencapai ratusan siswa.”

Menggali lebih dalam, Deddy bertanya, “Apakah setiap sekolah melakukan hal yang sama, Pak? Mungkin hanya beberapa kursi saja yang ‘dijual’?”

Bima, dengan ekspresi serius, menjawab, “Bisa jadi bukan hanya satu atau dua kursi, Pak. Bisa banyak. Semua tergantung pada kekosongan dan permintaan.”

Deddy, yang tampak masih tak percaya, mencoba memastikan lagi. “Jadi, dalam satu sekolah, bisa ada puluhan transaksi jual beli kursi?”

“Sangat mungkin,” balas Bima dengan tenang.

Dengan cepat, Deddy Corbuzier menghitung perkiraan total uang yang beredar. “Jadi, kita bicara tentang potensi ratusan juta rupiah dari satu sekolah saja?”

Bima Arya mengangguk, “Itu hanya perkiraan untuk satu kuota, Pak Deddy.”

Pengakuan tersebut tentunya menjadi pukulan bagi sistem pendidikan kita. Harapannya, dengan terbukanya informasi ini, langkah-langkah konkrit dapat diambil untuk memberantas praktik-praktik seperti ini demi masa depan pendidikan di Indonesia. (*)