Thejabodetabek.com – Sebuah lanskap yang kontras muncul di tengah keramaian ibu kota Jakarta, tepatnya di kawasan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. Di antara gemerlap bangunan pencakar langit yang menandai perkembangan zaman, sebuah hamparan sawah masih eksis dan menjadi saksi keberadaan lahan pertanian di tengah urbanisasi.
Pemandangan yang jarang ditemui di kota besar seperti Jakarta menjadikan hal tersebut kontras. Area persawahan yang terletak di dekat Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rorotan ini menjadi sebuah oasis bagi mereka yang rindu akan sentuhan alam.
Tak hanya menjadi pemandangan yang indah di mata, hamparan sawah ini juga menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat sekitar. Sejumlah rumah penduduk terlihat berjejer di sekitar sawah, membentuk sebuah komunitas agraris di tengah hiruk-pikuk kota.
Lahan-lahan ini rapi terbagi berdasarkan pemiliknya. Beberapa plang menandakan bahwa sebagian dari sawah tersebut adalah milik Pemprov DKI Jakarta, yang berharap menjadikan area ini sebagai paru-paru ibu kota. Namun, sebagian besar lainnya milik warga setempat.
Dari kejauhan, terlihat sawah yang menguning, menandakan bahwa padi-padi tersebut sudah siap dipanen. Namun, ada juga beberapa area yang sudah kosong, hanya menyisakan jejak-jejak padi yang sudah dipanen.
Di salah satu sudut sawah, ada bangunan semi permanen, tempat petani beristirahat sejenak dari panasnya matahari. Namun, pada pagi hari tersebut, aktivitas di sawah tampak sepi.
Salah satu petani yang berada di lahan tersebut, Ilham, mengatakan bahwa area sawah yang dikelolanya bersama petani lain baru saja panen beberapa minggu yang lalu.
“Kami biasanya menanam padi di sini. Tapi pemilik lahan sedang berencana menanam semangka mengingat saat ini musim kemarau,” tutur Ilham, menambahkan bahwa kondisi kering memang cocok untuk budidaya semangka.
Di sisi lain, Agus, petani lainnya, mengatakan bahwa ia hanya menanam padi sepanjang tahun di lahan yang dikelolanya. Namun, untuk tahun ini, Agus merasa terlambat dalam menanam sehingga hasil panennya tidak seoptimal tahun-tahun sebelumnya.
“Hasil panen kali ini mungkin hanya seperempat dari biasanya,” ungkapnya dengan sedikit kesal.
Pemandangan ini mengingatkan bahwa meskipun perkembangan kota semakin pesat, masih ada kehidupan tradisional yang bertahan di tengah modernisasi. Ini menjadi bukti bahwa Jakarta bukan hanya tentang gedung-gedung tinggi dan hiruk-pikuknya, tetapi juga tentang hamparan sawah yang tetap hijau dan petani yang berjuang mempertahankan tradisinya. (*)
Wow, wonderful weblog structure! How long have you ever
been blogging for? you make blogging look easy. The whole glance
of your web site is fantastic, as neatly as the content
material! You can see similar here sklep internetowy