Thejabodetabek.com – Berdasarkan informasi dari IQAir pada Sabtu (26/8/2023) pukul 06.00 WIB, kualitas udara Jakarta tercatat pada status “tidak sehat bagi kelompok sensitif”, dengan indeks kualitas udara (AQI) sebesar 124 dan polutan dominan berupa PM2.5. Untuk memberi gambaran, konsentrasi PM2.5 di Jakarta kini melebihi standar kualitas udara WHO hingga 9 kali lipat. Meski demikian, indeks AQI Jakarta menunjukkan peningkatan dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai 155.
Pagi hari di Jakarta ditemani dengan kabut, dengan suhu udara 27°C, kelembapan udara sekitar 84%, kecepatan angin 5,5 km/jam, dan tekanan udara 1.011 mbar.
Dalam peringkat kualitas udara beberapa kota di Indonesia, Jakarta saat ini berada di luar 10 kota dengan udara paling terpolusi. Adapun, Depok mencatatkan angka tertinggi dengan AQI mencapai 198.
Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan kualitas udara Jakarta adalah angin. Menurut IQAir, angin memiliki peran signifikan dalam mengurangi konsentrasi polutan di suatu area. Sebagai contoh, asap dari kebakaran hutan di AS bagian barat pernah terbawa angin hingga ke Eropa Barat. Namun, geografi suatu tempat, seperti lembah dengan pegunungan di sekitarnya, bisa menjadi penghalang bagi angin untuk mengeluarkan polutan, sehingga polutan bisa menumpuk.
Kebijakan Pemerintah DKI Jakarta turut berkontribusi pada perbaikan kualitas udara, meskipun kualitas udara saat ini masih kategori “tidak sehat bagi kelompok sensitif”. Penerapan sistem ganjil-genap dan uji coba kerja dari rumah (WFH) dengan kapasitas kehadiran 50% bagi ASN di Pemprov DKI Jakarta adalah beberapa upaya yang telah dilakukan. Selain itu, Pemerintah juga menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai upaya mengatasi polusi udara di wilayah Jabodetabek.
Terkait kondisi udara saat ini, IQAir menyarankan masyarakat Jakarta untuk menerapkan beberapa langkah pencegahan seperti penggunaan masker, penyaring udara di dalam ruangan, penutupan jendela, serta membatasi aktivitas di luar. Semua upaya ini bertujuan untuk melindungi kesehatan dari potensi bahaya kualitas udara yang kurang baik. (*)